Bercengkrama dengan rasa
sakit…
Tak kusangka kini kami
bersahabat
Mengalahkan intensitasku
berbicara pada Hujan yang kini entah milik siapa.
Pada detik yang telah
berlalu, kutanya pada rasa sakit itu:
“Kenapa dari sekian
banyak orang, kau memilih untuk datang padaku?”
Namun saat dia menjawab
aku terlalu sibuk menikmati Kopi, hingga aku tak
menangkap jawaban
darinya.
Dia pun pergi. Sejenak
saja sebelum kembali lagi.
Saat kembali, aku masih
bertanya hal yang sama padanya.
Saat dia menjawab lagi,
Hujan menenggelamkan suaranya dan kembali aku tak
dapat mendengar
jawabannya.
Pada malam yang sendu dan
tak berbintang, kali ini aku yang sudah kelewat
penasaran memanggil rasa
sakit itu.
Aku duduk diteras rumah,
tak ada kopi ataupun hujan.
Hanya kami berdua sebagai
kesatuan.
Maka kuhirup oksigen
dalam dalam, dan kutanya lagi
“Kenapa aku?”
Satu detik. Dua detik.
Tiga detik
“Karena kau mampu
menikmati apa yang kuberi tanpa bertanya kapan ini akan
berakhir”
lalu kututup mataku, dan
kurasakan.
Ternyata rasa sakit itu hidup
dihatiku, dan menetap.
Hanya, kini ia lebih baik
dan tak memaksaku berteriak lirih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar