Jumat, 06 Desember 2013

Ibu Kota

Tempat berpijak
Menjelajah
Berteduh walau panas tak bisa terhindar
Tak jarang aku terlunta-lunta disini
Terombang-ambing walau kuteriakan aku punya prinsip
Tempatku bertahan dari badai persepsi dan prasangka

Walau hidup, aku juga pernah terbunuh obsesi untuk mensejajarkan diri
Disini aku belajar menempa diri
Aku belajar mengenali mana teman dan musuh
Aku meresapi banyak makna
Aku merekam jejak yang datang dan pergi
Disini, aku mencoba sekuat baja
Dan disini juga, aku pernah serapuh kulit kayu
Aku pernah jatuh dan bangkit!
Disini tempatku menjalani hidup
Dan dengan segala yang kupunya, disini… aku hidup
Di Ibu Kota…

Ibu Kota yang dengan tabah hanya rela menjadi saksi hidup dan mati para Insan yang mulai lupa merawat hati dan raganya…

Aku rindu berpuisi

Desember membawa hujan dengan segala kesenduan
Kupikir, sebagai pecinta hujan, aku tak’kan sebegitu rapuh menghadapi sendu itu
Namun keadaan terlanjur melontarkan ketetapan untukku
Ketetapan yang oleh-Nya dititipkan untukku
Dan pada waktu yang kupikir dalam genggamanku, aku tak malah tak mampu berkutik
Kata per kata yang biasa mengalir deras dari jiwaku tersumbat
Dan tak bisa kusuarakan pada ruang bebas
Aku tecekat bagai membisu
Aku terpenjara kerinduan
Aku rindu berdiri dan berbicara rasa
Aku rindu menjadikan jantungku sebagai genderang perang saat menatap mata-mata dalam ruang
Aku rindu merangkai abjad menjadi serangkaian kata
Aku rindu mendengar dan meresapi kata-kata yang mengalir indah dari jiwa Insan
Aku rindu berpuisi
Dan aku hanya ingin berpuisi

Aku rindu berpuisi

Selasa, 03 September 2013

Namamu bagai selarik Mantra

Mengukir namamu
Dan kemudian rasaku membisu
Rasaku mengatup seolah tak mampu mengecap sensasi
Namamu bagai selarik Mantra

Menghisap sadarku kealam bisu
Membuatku tak berkutik
Dan hanya mampu meliat, mendengar, dan seolah merasakanmu
Kau bagai selarik Mantra

Setiap lagu yang kulantunkan menjelma tentangmu
Setiap kata yang kutulis pun membentuk namamu
Napasku telah mengepul membentukmu
Kau bagai selarik Mantra

Segala tentangmu....
Mengguncang sadarku dan menghisap rasaku bagai gravitasi
Namamu bagai selarik Mantra

Jumat, 16 Agustus 2013

Puisi Amatir untuk Negeri

Adakah yang lebih lirih dari ucapan selamat ulang tahun yang ternoda oleh jerit tangis anak Pertiwi?
Carut marut moral
Acak kadut filosofi
Dan arogansi mayoritas…
Negeriku, bukan seperti yang saat ini dipertontonkan
Negeriku, harusnya seindah keberagamannya
Setegar lambang garuda dengan pilar-pilarnya
Negeriku, harusnya negeri yang berbinekha

Adakah yang lebih lirih dari situasi sekarang? Dimana tikus kotor menggerogoti moralitas… 
Negeriku kini dimoderatori kelalaian….
Buku-buku yang harusnya jadi suplemen generasi muda kini berubah fungsi menjadi paparan pornografi. Menelanjangi nalar dengan materi busuk!

Oh ibu Pertiwi…
Saat menulis ini aku sendiri tak yakin aku orang suci
Bisa jadi aku hanya pintar mengoreksi….
Ibu Pertiwi
Biar aku menjelma jalang
Aku tetap satu dari anakmu yang malang
Yang mampunya berkarya amatir
Hanya untuk satu tujuan, yaitu menahan air matamu yang terlanjur tak henti sejak dulu
Sejak, jaman kemerdekaan entah ditempo yang mana…

Aku tak berkutik jika bicara sayap

Aku tak berkutik jika bicara tentang sayap.
Sebab aku tak punya sayap lagi.
Dulu pernah aku punya sayap
Sekarang sudah tidak.
Dulu iya aku sering terbang melayang.
Sekarang tidak lagi.
Aku tak berkutik jika bicara sayap
Sebab sayap hanya milik yang sigap.
Sigap bertempur, sigap bangkit setelah jatuh.
Aku ini orang lambat, jarang bisa sigap.
Tapi, aku lambat kadang saking sangat menikmati.
Walaupun aku tak berkutik jika bicara sayap.
Aku sudah berani memantapkan sikap
Bahwa memang aku sudah tak bersayap lagi, sudah tak bisa terbang dan melambung tinggi lagi.
Sekarang, aku berjalan, menapaki jejak yang terbentang dan mulai menikmati rasanya berjalan.
Sekarang aku berjalan dengan dua kaki.
Dan tak’kan kubiarkan dua kakiku teramputasi rasa ataupun harap yang tak harus menyata.
Aaaah, senang rasanya punya kaki, lebih manusiawi ketimbang harus bersayap


Merpati Penghantar Pesan

Disudut sana, jauh dari tempatku berpijak, terlihat sesosok tubuh yang lusuh. Ia berdiri dengan sisa kemampuannya dan menatap langit dengan simpulan senyum yang kutahu menyimpan kerinduan dalam. Sosok itu terus melambaikan satu tangannya dengan lembut sambil memegang sangkar kosong yang terbuka ditangan satunya.
Penasaran, aku pun menghampiri dan berdiri tepat disamping kirinya dan menatap langit yang sama dengan arah tatapan mata rindunya. Sesekali mencoba menemukan makna dari tatapan dan lambaian sosok itu.
Ketika aku terhanyut dalam pikiranku, tiba-tiba sosok itu berkata padaku, matanya tetap menatap langit “Hey, anak muda, kau tak’kan menemukan apapun dengan tatapan memicing seperti itu. Untuk bisa menemukan sesuatu, kau harus terlebih dahulu merasakan sesuatu.”
Aku terlonjak dan melihat kearahnya, “Perasaan seperti apa yang kau maksud? Dan apa yang kau temukan setelah sebegitu lekatnya menatap langit?”
Dia tersenyum tipis, namun tetap tak memandang kearahku. “Aku tak pernah menemukan apapun, hanya…. Aku yang berharap ditemukan.”
“Ditemukan?” dia mulai membuatku bingung.
Orangtua itu tetap bergeming.
Satu detik. Dua detik. Tiga detik…
“Tepat 21 tahun yang lalu, kekasih hatiku telah pergi jauh dari hidupku. Dia meninggalkanku sendiri didunia yang semakin kehilangan arah ini. Dan sejak hari kepergiannya, aku selalu disini setiap peringatan ulang tahun pernikahan kami. Membeli dua ekor merpati dan menulis surat-surat, mengikatnya dikaki merpati itu lalu membebaskannya.”
Aku terdiam mendengar ceritanya. Tersentuh. Berharap kesetiaan yang terjaga seperti itu bukan hanya berupa mimpi. Aku terdiam sangat lama hingga tak menyadari sosok itu telah menutup sangkar burung yang dipegangnya dan beranjak perlahan. Aku terlonjak saat ia berlalu dan sedikit berteriak padanya
“Tunggu, bukankah tadi kau bilang ada 2 merpati dengan ikatan surat dikaki masing-masing merpati itu? Lantas untuk siapa surat yang satunya lagi?”
Dia berbalik, untuk pertama kalinya dia menatap mataku dan tersenyum kecil. Dan kusadari, bahwa diwajahnya masih terpeta aliran airmata.
“Surat pada kaki merpati yang satu lagi kukirim untuk Tuhan. Agar dia bisa menemukanku seperti dia menemukan kekasih hatiku. Dan kemudian menyatukanku lagi dengannya.”
“Selamat menikmati senja anak muda….”
Dan kini aku hanya menatap punggung sosok itu hingga tak terlihat dipelupuk mata.

Dan menikmati senja, senja yang hari itu seperti tersenyum menang, karena berhasil membuktikan bahwa “Setia adalah pekerjaan yang selalu baik”

Kamis, 15 Agustus 2013

Bukti keberadaan Tuhan yang paling nikmat ;)

Mau tahu cara melihat Tuhan? Pssstt sini ku bisikkan, tapi ingat, sampaikan hanya pada mereka yang ma(mp)u memahami. "Caranya adalah tatap wajah sahabatmu dengan penuh kasih"....
Tahukah kau?? Bahwa Tuhan ada dimata sendu sahabatmu, Tuhan ada ditawa ceria mereka, Tuhan ada di isak tangis mereka. Tuhan ada disetiap tepukan pundak sahabatmu. Kau mengerti maksudku?



Kau tak perlu berkelana jauh mencari Tuhan. Keberadaan sahabatmu adalah bukti keberadaan Tuhan yang indah. Sahabatmu masih ciptaan Tuhan, bukan?!

Tangan yang dipakai sahabatmu untuk memegang ataupun menepukmu itu tangan yang diberi Tuhan.
Senyuman yang tersimpul diwajah sahabatmu itu juga senyuman yang diberikan Tuhan.
Dan airmata yang jatuh dari pelupuk sahabatmu,,, percayalah... Itu jatuh atas kemauan Tuhan.
Agar kau memahami makna keberadaannya.



Dan sesungguhnya golongan orang yang kusebut tak ma(mp)u mengerti adalah mereka yang menggunakan ototnya untuk mendebat tanpa belas kasih.

Mereka yang berteriak lantang bukan untuk menyelamatkanmu, namun untuk menjatuhkanmu.
Mereka yang tertawa bersamamu namun masih bertanya "Kau lagi sedih?" saat matamu redup.
Mereka yang tahu tentangmu namun tak mengerti dirimu.



Maka, berdoalah agar Tuhan memberimu sahabat yang mendebat dengan hati mereka untuk kebaikanmu... Bukan sebaliknya.

Berdoalah pada Tuhan untuk memberimu sahabat yang tak letih bertanya "Apa yang bisa kita lakukan bersama?"
Berdoalah agar kau dapat melihat Tuhan dalam wujud sahabat yang mengasihimu tulus tanpa pamrih.



Psssst,, sini.. Kuberitahu satu hal lagi...

Bersahabat denganku tak mudah. Semua orang berlomba melabeliku dengan tetek bengek isi otak mereka. Mereka lupa, untuk menilai HATI juga harus ikut serta.
Kadang mereka juga lupa, bahwa esensi menilai itu tetap hak Tuhan. Manusia sebaik apapun tak layak memandang buruk sesamanya. Karena tak ada definisi tentang baik/buruk yang akurat.
Bersahabat denganku tak mudah. Kukatakan ini dari dulu, sekarang dan nanti. Tapi, tetap hakmu untuk bertahan atau berlalu tanpa belas kasih.
Dan, jangan lupa (lagi) tentang satu hal. Aku sama denganmu. Kita. Sama. Kita ciptaan Tuhan :)
Tuhan Yang Maha Sempurna....
Tuhan yang kupanggil Ya Rabb
Tuhan yang berwujud apapun dan kunikmati lewat keberadaan sahabatku..
Tuhan yang Maha Menilai dengan Sempurna
Tuhan Yang Maha Tahu bahwa terima kasihku sedalam (mungkin lebih dalam dari) samudera atas keberadaan-Nya dimata sahabat-sahabatku.



Jadi.... Maukah kau, dan kalian (tetap) bersahabat denganku?? Walau banyak kicauan tentang aku yang menjelma jalang. Maukah??

Meja Acak

Jejak-jejak silam
Merangkak pelan-pelan menuju malam
Kau tersungkur kenangan meragu
Tapaki rasa yang berbalut kenangan
Ini entah gelas ke berapa
Ini entah malam ke berapa
Entah menunggu untuk apa
Terpaku menyisa luka
Terbujur mendekap kaku
Ini bentuk pilu yang lirih
Merasuk ke setiap inci sukma
Meleburkan satu demi satu luka itu
Dan membingkai jejak
Pada mu, mengadu hanya menambah kelabu
Malam ku lalu membatu
Kubangan mana yang kau lalui
Jalanan mana yang kau tempuh
Cipratan pilu yang kau bungkam
Jika kemanapun kau melangkah
Kau terbungkam suara angin
Terpental jalinan buntu
Kau meronta…
Sayang, tak ada yang mau dengar…
Maka jejak yang ku bingkai
Pilu yang terangkai
Hanya jadi sejarah yang sisakan bau bangkai
Yang sudah terlambat utuk di sesali
Tapi apa pun sesal mu tak apa
Apa pun cemooh mu tak masalah
Karena raga mu ada
Karena bayang mu betah
Sebab itu, jejaki masa silam mu…

Senin, 24 Juni 2013

Menurutku, Hujan itu ya seperti ini.

Bagaimana mungkin Hujan mampu menciptakan decak kagum yang sedalam ini
Ia mampu menggali apa yang oleh hati disembunyikan sangat dalam
Berupa kenangan, lantunan harap, perasaan yang tak kasat mata hingga potret-potret senyumanmu...
Hujan, barangkali tulisan pasaran yang menjadi topik masal
Namun, sama halnya seperti pepatah "Rambut boleh sama hitam namun isi hati, siapa yang tahu?"
Hujanpun hanya sama dalam pandangan mata, namum berbeda sensasi pada setiap pengecap rasa...
Disudut dunia, ada yang termanggu menatap rintik Hujan seolah ia menatap wajah kekasihnya dengan penuh kerinduan.
Adapula yang menatap hujan seolah rintik hujan bagian dari pesakitannya yang tak terbilang,yang diam-diam membuatnya ikut menangis bersama hujan.
Ada yang menatap hujan sebagai rentetan film yang memutar apa yang kita sebut dengan kenangan.
Ada lagi yang berdansa mengikuti melodi hujan...
Begitulah hujan, banyak menciptakan rasa yang berbeda bagi tiap-tiap orang....
Namun, menurutku...
Hujan itu, pesan. Percayalah, karena jika tidak memiliki arti, malaikat tak'kan mau repot melindungi setiap tetesnya untuk sampai dibumi..
Bersyukurlah kamu, yang dengan sadar, mampu menikmati tetesan hujan.
Dan hujan, seperti juga cinta, tak pernah memiliki tujuan dan tak tahu arah pulang. Namun, jagad rayalah yang membimbing mereka untuk sampai dan menjadi bagian dari esensi rasa kita.
Maka, tirulah sifat hujan. Yang dengan rela mengikuti alur yang telah diciptakan oleh Pencipta Rasa sebagai ketetapan yang berujung indah....
Dari sini, aku berdoa...
Semoga kamu yang mampu menikmati Hujan, diberi kelekatan dengan tentram..
Dan yang tak bisa menikmati Hujan, agar tabah menerima kedatangan Hujan secara perlahan
x

hujan dipersimpangan

hujan dipersimpangan
pada siapa aku bertanya arah
sebab kau terlalu bising dan membuat ricuh
oh hujan.
Hujan dipersimpangan
Kemana aku harus mengadu
Jika kau saja terlalu sibuk bercengkrama dengan angin
Oh hujan
Hujan dipersimpangan
Menyingkirlah sejenak
Pandanganku kabur karenamu

Oh hujan.

#Random

Hidup itu pilihan
Bagaimana, mengapa, kapan, dimana, apa dan berapa adalah pertanyaan yang harus kau pilih sendiri…
Tak seperti soal ujian, pilihan hidup harusnya tak hanya menyoal “diantara”.

Pilihan hidup lebih dari satu… harusnya seperti itu.

cinta membawa hidup manusia penuh dengan berjuta jawaban dan pilihan...
kepahitan lain lagi, apapun pilihannya, seberapa banyakpun pilihannya. Akan tetap menjadi pesakitan, entah yang tertahan atau terlewatkan.
namun, pilihan tetap banyak, tak hanya satu atau dua.

kuberi tahu satu hal...
bahwa hidup adalah tentang bagaimana kita menikmati setiap yang datang, dari situ Tuhan memberi kita ruang. Ruang yang tanpa kita sadar kadang memiliki banyak sekali jawaban yang tak terkira...
dari jawaban-jawaban itu,,, pilihan pun tercipta..
menurutku jawaban itulah pilihan yang sebenarnya...

Maka dari itu, biarkan hatimu yang menyentuh ruang itu...
dan menemukan Pilihan untuk hidupmu

tulisan Random yang tak kutahu makna dan artinya...

Selasa, 18 Juni 2013

Pintu kenangan…


Gemeretak pintu kayu itu terdengar
Hanya lirih yang dikecapnya
Siapakah gerangan yang membuka pintu itu?
Sungguh lancang dia!!
Kususuri tatap mataku kearah pintu itu
Ternyata cuma ada ruang kecil didalamnya
Terhias bingkai foto yang berbaur abu
Astaga! Aku kenal ruangan ini.
Siapa gerangan yang membuka pintu itu?
Ia tak tahu betapa nelangsa aku melihat isi ruangannya
Lancang sekali dia!
Membuka ruang yang oleh waktu pernah terkubur
Kuikuti jejak kaki sipembuka pintu
Yang kutemui hanya sebuah cermin retak
Rupanya, sipembuka pintu itu tinggal dicermin
Cermin retak tempat berkaca diri
Kini siapa yang sanggup menutup pintu itu dan menguburnya
Kembali..
Entahlah!
Aku tak mau ambil pusing


#Kode

Kapan pikirku bisa hening dari gerak gerikmu
Menyuarakan yang hanya krik krik krik saja?
Sudah tak ada celah bagi yang lain untuk menyisip
Kadang aku berpura-pura tak punya pikiran
Kadang? Well kata kadang punya banyak konotasi aneh.
Tapi sudah lah. Biar saja otakku bermain-main dengan kata itu…
It’s not a good feeling, but hey.
You should be me, and let me slept in your arms…
We can make love until we die or you die. Just you! Haha.
Sel otakku mungkin memang bermasalah karena menginginkanmu utuh berada disetiap lekuk tubuhku…
Aku ingin menikmati aroma dan apa saja yang tersaji ditubuh tegapmu itu
Dan membiarkan jari-jarimu menyusuri lekukku dan mulai menggemakan desah suaramu…
Mumpung ini hanya khayalan, sekalian saja bubuhi aku dengan gairah yang tersisa darimu.
Jadikan saja aku satu-satunya yang bisa membangunkan hasratmu..
Ayolah, miliki aku walau hanya sebentar.
Setelahnya kembalikan wibawa mu untuknya.
Karena saat ketika aku selesai menikmatimu, mungkin akupun harus kembali pada kenyataan bahwa aku memiliki gairah ke orang yang salah.

Bukan kau yang salah, mungkin keadaan saja. Kau terlalu jauh dari tempatku berdiri sekarang, my Mr. Mature ;)

Bercengkrama dengan rasa sakit

Bercengkrama dengan rasa sakit…
Tak kusangka kini kami bersahabat
Mengalahkan intensitasku berbicara pada Hujan yang kini entah milik siapa.
Pada detik yang telah berlalu, kutanya pada rasa sakit itu:
“Kenapa dari sekian banyak orang, kau memilih untuk datang padaku?”
Namun saat dia menjawab aku terlalu sibuk menikmati Kopi, hingga aku tak
menangkap jawaban darinya.
Dia pun pergi. Sejenak saja sebelum kembali lagi.
Saat kembali, aku masih bertanya hal yang sama padanya.
Saat dia menjawab lagi, Hujan menenggelamkan suaranya dan kembali aku tak
dapat mendengar jawabannya.
Pada malam yang sendu dan tak berbintang, kali ini aku yang sudah kelewat
penasaran memanggil rasa sakit itu.
Aku duduk diteras rumah, tak ada kopi ataupun hujan.
Hanya kami berdua sebagai kesatuan.
Maka kuhirup oksigen dalam dalam, dan kutanya lagi
“Kenapa aku?”
Satu detik. Dua detik. Tiga detik
“Karena kau mampu menikmati apa yang kuberi tanpa bertanya kapan ini akan
berakhir”
lalu kututup mataku, dan kurasakan.
Ternyata rasa sakit itu hidup dihatiku, dan menetap.
Hanya, kini ia lebih baik dan tak memaksaku berteriak lirih.


Jembatan

Jembatan itu terbuat dari kayu
Papan-papan yang telah goyah dan tua
Seutas tali tebal yang satu per satu mulai lepas
Berdecit ketika dilalui langkah kaki….

Jembatan itu tempat lalu lalang banyak orang
Meskipun rentah, namun tetap dilalui
Entah karena nyaman
Atau memang itu pilihan yang tersedia
Jembatan itu alur rasa
Kuat dan tak mudah menyerah
Tak menyesal akan pertahanan dirinya
Tak marah walau terinjak kegamangan
Jembatan itu panjang, melengkung dan membentuk simpul senyuman
Walau renta, ia tetap merendah
Walau terinjak, ia tetap bertahan
Jembatan itu sederhana
Sesederhana kesetiaan…

Namun tak pernah mudah menjadi dirinya…

Begini Saja, Sahabat..

Kata orang #Sahabat itu adalah keluarga yang bisa kita pilih
Hanya saja, aku tak sependapat dengan itu..
Banyak hal yang tak bisa kita pilih didunia ini, seperti orang-orang yang
datang dan pergi dalam hidup.
Sahabat adalah orang yang terpilih untuk kita
Mereka orang yang dipilihkan untuk beribu alasan agar mewarnai hidup kita
Sahabat,,,
Apa mereka kekal?
Atau hanya bagian dari persinggahan untuk melanjutkan perjalanan?
Yang pasti sahabat juga bagian dari sebuah ketetapan.
Ketetapan bahwa selalu ada pertemuan dan perpisahan.
Kelekatan dan kerenggangan
Karena yang tetap justru terikat dengan kenyataan bahwa “tak ada yang abadi didunia”
Benarkah sahabat hanya bagian dari perjalanan??
Hanya singgah untuk bertukar kisah dan pembelajaran?
Benarkah suatu saat nanti semuanya akan terseleksi?
Melepaskan itu bukan pekara gampang…
Jika memang semua Tanya berujung kata IYA.
Melepaskan itu tetap hal tersulit.
Selalu kubilang Sahabat itu bukan tentang kuantitas, melainkan kualitas.
Karena jika benar aku harus melepas, yang kulepas adalah orang yang tetap
kuikat dalam rasaku. Yang walaupun tak kulihat, tetap kurasa. Yang biarpun
tak menetap tetapi tetap tak terlupakan.
Sahabat, itu bagian dari hidup…
Yang harus selalu kita syukuri, kita jaga, kita sayangi, kita hargai.
Namun tetap, seperti hidup, tak ada yang abadi…
(NB: Hiduplah dibagian yang akan tetap merekam jejak kalian, yang walaupun
dijauhkan waktu akan tetap terasa dekat. Hidup dan hunilah ruang yang
bernama Hati. Karena jika kalian disana, kalian kekal. Percaya atau tidak. Kalian kekal.)

Minggu, 16 Juni 2013

Secangkir Kopi Untukmu


Kuharap angin akan membawa aroma kopi yang kutujukan untukmu….
Secangkir Kopi yang kutujukan untukmu dengan sepenuh hati
Berharap ada belas kasih darimu untuk membalas rasa yang terselip
pada aroma itu…
Tak ada campuran coklat ataupun vanilla
Hanya kopi dengan sedikit gula…
Sebagai perumpamaan atas cinta murni yang kububuhi harapan manis.
Ya, Kopi itu ibarat cinta…
Hitam pekatnya bagian rasa sakitku akan penantian atas hadirmu
disisiku... Aromanya sebagai
kekuatan untuk berani mencintaimu. Dan rasanya, senyata rasa yang
kumiliki untukmu.
Nikmatilah Kopi itu….
Aku tak keberatan jika hanya ampas yang kau sisakan untukku
Sebab sebagai penikmat kopi, aku selalu bisa menemukan kenikmatan
disetiap sisa rasa…
sekalipun rasa pahit.
Selamat menikmati J

Hitam. Pahit. Beraroma



Hitam.
Terpekat gelap
Namun berwujud filosofi abstrak yang menentramkan
Pahit.
Mematikan energi rasa lain
Namun berwujud nyata akan kejujuran
Beraroma.
Menggoda,, menggiurkan
Menjadikannya candu yang tak terbilang.
Berwujud Kopi, seperti itulah hidup.

Minggu, 09 Juni 2013

Hujan dan Juni


Hujan dan Juni..
Dua hal yang tak pernah bisa melepaskan diri satu sama lain
Tak salah memang jika kusebut Juni sebagai bulan kenangan..
Musim penghujan yang melebur dengan Juni selalu memanggil kenangan lewat melodi-melodi yang dibawa Hujan saat merintik kebumi..
Setetesan Hujan dibulan Juni membuatku kadang bingung menghadapi Rasa yang selalu sama, apa aku harus terpaku oleh rasa yang oleh Hujan semakin diperjelas?? Barangkali memang harus seperti itu… barangkali memang harus menjadikan Rasa selayak air hujan yang mengalir tanpa henti.
Hujan dibulan Juni,, banyak sekali puisi indah yang berkaitan dengan kalimat ini…
Namun untuk apa aku berpuisi?? Rasaku memang sudah terpatri indah layaknya puisi itu sendiri.
Hujan dan Juni…
Dua hal yang ahli menciptakan dejavu rasa..
Kusebut seperti itu, karena dua hal ini mampu membawa imajinasiku kealam bawah sadar yang dalam..
Membuatku mampu mengecap rasa yang bahkan aku sendiri tak pernah alami..
Rasa yang senatural hujan dan juni itu sendiri..
Rasa yang terpanggil karena peleburan emosi yang tercipta lewat Hujan di Juni…
Barangkali Hujan dan Juni adalah wujud dari harapan yang mencipta dejavu rasa itu.
Hujan dan Juni….
Tulisan ini adalah wujud lain dari penggambaran dua hal itu…
Tak ada yang mampu melukis rasa sebaik mereka, Hujan dan Juni.
Kuharap, tak ada terselip rasa yang bersembunyi saat aku menghantarkan kata demi kata pada serangkaian kalimat ini…
Kuharap, siapapun yang membaca tulisan ini mampu memaknai Rasa tentang Hujan dan Juni lewat interpretasi sendiri..
Namun untukmu yang sependapat dengan Rasaku, mari kita berdoa dan meleburkan diri kedalam bahasa kalbu yang dibawa Hujan dibulan Juni ini…
Mari menghidupkan rasa, apapun rasamu... leburkan lah.

Interpretasi Broken Vow


 Diakah yang bersama, bersemu dan terpejam saat mendengar candamu??
Siapa dia?? Aku ingin tahu, caranya memandangmu serta alasan-alasan yang membuatmu pergi dan bertahan disampingnya. Aku ingin mengerti.. Bagian mana yang tak kumengerti tentangmu??
Katakan apa yang ingin kudengar atau yang tak’kan pernah mau kudengar darimu, penghancur kepercayaanku. Aku ingin mendengarnya.
Siapa dia… Yang berbaring manja disampingmu disetiap malam yang kujalani dengan kesendirianku disini? Siapa dia??
Tahukah kau? Aku mengingat semua hal yang harusnya menjadikanku milikmu, selalu seperti itu setiap waktu yang kuhabiskan sejak mengenalmu. Selalu.
Aku kan melepasmu, membiarkanmu  terbang tanpa harus bertanya kenapa… Sebab telah kutemukan cara untuk menjaga yang lebih dari sekedar sumpah terlanggar.
Sebuah sumpah yang tercipta untuk dilanggar. Menuliskannya pun terasa kejam, tapi kau malah melakukannya.
Katakan padaku kalimat mana yang ingin kau dengar namun tak pernah terucap dariku… Katakan saja keinginanmu seperti keinginanku yang ingin melihatmu menangis, menitikkan air mata yang bahkan tak pernah kau jatuhkan. Pertahanan egomu, luar biasa.
Berikan kepadaku sentuhan-sentuhan yang kau janjikan untukku. Untuk kumiliki. Berikan. Ayo berikan!
Atau kau memang telah menghilang entah kemana?? Menghilang bagai ditelan bumi. Jika iya, kenapa kau malah membawa hatiku bersamamu.
Saat kututup mataku dan memimpikan tentang kau dan aku. Aku sadar, bahwa ada banyak hal didunia ini selain kepahitan dan dusta.
Aku menutup mata (sekali lagi)
Tuhan. Kuharap ini hanya ilusi.
Karena kau tahu?? Aku bersedia mengorbankan jiwaku hanya untuk dapat memelukmu sekali lagi. Dan tak sepertimu, aku tak akan membiarkan janji ini berakhir.
Rasaku  bukan sumpah yang terlanggar. Tak tercipta untuk kulanggar..

Dan hey, mencintai bukan tentang bersedia memenjarakan hati atau merelakan kau menginjak-injak rasaku seperti yang telah kau lakukan.
Lebih dari itu, mencintai adalah saat kau mempertahanankan rasamu untuk melepasnya perlahan, dan menemukan rasa baru yang tak menggantikan rasa lama. Namun semakin hidup menjalar dan abadi.
Karena mencintai bukan tentang melupakan, berpura-pura lupa dan berjalan seolah tak ada masa lalu……
My feel is not and never be Broken Vow….

Minggu, 12 Mei 2013

Dandelion

Ini bunga Dandelion, tanaman kecil, mungkin rapuh tapi punya kekuatan menyampaikan harapan langsung kepada pencipta Rasa.
Aku mengagumi bunga ini, banyak hal tentang Dandelion yang ingin kutulis. Banyak sekali, namun tercekat didasar hatiku yang belum ingin berbagi Rasa tentang kemampuan Dandelion membawa ragu. Mungkin aku masih terlalu pelit untuk membagi ketenangan yang kudapat dari makna dan keberadaan bunga ini. Atau barangkali, aku hanya takut untuk mengakui bahwa aku tak lagi memiliki ketenangan sebagaimana biasanya, seperti aku yang dulu….
Dandelion. Dandelion. Dandelion
Kuharap, apa yang belum mampu kutulis bisa kalian rasakan lewat ini…

Rasakan saja apa yang terlihat dari Dandelion ini.
Rasakanlah…..
Anggap bulir-bulir Dandelion yang terbang itu sebagai kecemasanmu akan sesuatu yang kautakutkan. Lepaskan beban itu seperti Dandelion melepaskan bagian dirinya kealam bebas. Agar bebas mengibas semesta.



Rasakan!! Rasakan ketenangan yang tak kunjung kau dapat dengan melihat Dandelion ini. Dia tanaman kecil, tapi dia lebih mampu bercahaya. Kenapa kita tidak?? Ayo rasakan ketenanganmu J





Selalu ada cahaya. Pada setiap hati yang gelap gulita.
Barangkali Dandelion bercahaya ini mengartikan itu,, agar kita tak takut gelap. Agar gelap tak lagi menjadi momok yang mengamputasi ketenangan kita.
Rasakan cahayanya, itu berakar dihati yang terdalam J


Mampukah kau meniru Dandelion yang ini??
Bertengger menantang gelap dengan cahaya dalam dirinya??
Rasakan kekuatan bertahannya….




Dandelion yang ini entah melawan entah berteman dengan senja.
Dia terlihat tegar, walau dia tahu dirinya akan habis terhempas angin. Dia tetap tegar. Kenapa?? Karena Dandelion menerima, dia mampu menerima keadaannya. Dan itu cukup sebagai alasan kenapa aku mengagumi bunga kecil ini..
Karena Dandelion hidup dan berbicara menerima lewat melepaskan.
Barangkali tanaman kecil ini diciptakan untuk mengajarkan kita bagaimana caranya menjadikan hidup bermakna, dengan menerima apa yang ada pada dirinya dengan rasa syukur. Dan tentang bagaimana melepaskan. Ya Dandelion mengajari kita untuk itu…
Dan kabar baiknya, Dandelion dipercaya untuk menampung harapan dan menyampaikannya lewat bulir-bulir atau serbuk dirinya yang terbawa angin…
Dia dipercaya sebagai sarana penyampaian harapan dan pelepasan emosi.


Lepaskan bebanmu, dan sampaikan harapanmu untuk dilepaskan Dandelion J

Dandelion,,,
Semestinya hanya sebuah kamuflase dari bentuk keyakinan kita kepada Sang Pencipta
Karena penyampai harapan terbaik tetaplah lewat cara berdialog langsung dengan-Nya..
Yaitu dengan……..
Berdoa…..
(Sumber Foto,        dari google searching)